PSAK No. 23 7 November 2009 (revisi 2009)
PENDAPATAN
IKATAN AKUNTAN INDONESIA
pernyataan STANDAR AKUNTANSI keuangan
ED PSAK No. 23 (revisi 2009)
ED PSAK
No. 23 pendapatan
Hak cipta © 2009, Ikatan Akuntan Indonesia
Dikeluarkan oleh
Dewan Standar Akuntansi Keuangan
Ikatan Akuntan Indonesia
Jalan Sindanglaya No. 1
Menteng, Jakarta 10130
Telp: (021) 3190-4232
Fax : (021) 724-5078
email: iai-info@iaiglobal.or.id; dsak@iaiglobal.or.id,
November 2009
PENDAPATAN ED PSAK No. 23 (revisi 2009)
Hak Cipta © 2009 Ikatan Akuntan Indonesia
Exposure Draft (ED) ini dibuat dengan tujuan untuk penyiapan tanggapan dan komentar yang akan dikirimkan ke Dewan Standar Akuntansi Keuangan. Penggandaan ED ini oleh individu/organisasi/ lembaga dianjurkan dan diizinkan untuk penggunaan di atas dan tidak untuk diperjualbelikan.
Dewan Standar Akuntansi Keuangan, Ikatan Akuntan Indonesia
Jl Sindanglaya No.1, Menteng, Jakarta 10310.
Tel. 62-21 3190-4232,
Fax: 62-21 724-5078
E-mail: iai-info@iaiglobal.or.id, dsak@iaiglobal.or.id
PENDAPATAN ED PSAK No. 23 (revisi 2009)
Hak Cipta © 2009 Ikatan Akuntan Indonesia
Pengantar
Dewan Standar Akuntansi Keuangan telah menyetujui Exposure Draft PSAK 23 (revisi 2009): Pendapatan untuk disebarluaskan dan ditanggapi oleh kalangan anggota IAI, DewanKonsultatif SAK, Dewan Pengurus Nasional IAI, perguruan tinggi dan individu/organisasi/lembaga lain yang berminat.
Tanggapan akan sangat berguna jika memaparkan permasalahan secara jelas dan alternatif saran yang didukung dengan alasan.
PSAK 23 (revisi 2009): Pendapatan, merevisi PSAK 23 (1994): Pendapatan. PSAK 23 (revisi 2009): Pendapatan merupakan adopsi
IAS 18 (2009): Revenue.
Exposure Draft ini disebarluaskan dalam bentuk buku, sisipan dokumen dalam majalah Akuntan Indonesia, homepage IAI: www.iaiglobal.or.id
Perbedaan ED PSAK 23 (revisi 2009): Pendapatan dengan IAS 18: Revenue
1. ED PSAK 23 (revisi 2009): Pendapatan tidak mengadopsi catatan kaki paragraf 20 (d) IAS 18 yang mengacu SIC 27: Evaluating the Substance of Transactions in the Legal Form of a Lease, karena SIC 27 belum diadopsi.
2. ED PSAK 23 (revisi 2009): Pendapatan tidak mengadopsi catatan kaki paragraf 20(d) IAS 18 yang mengacu SIC 31: Revenue-Barter Transactions Involving Advertising Services, karena SIC 31 belum diadopsi.
3. Tanggal efektif ED PSAK 23 (revisi 2009): Pendapatan berbeda dengan tanggal efektif IAS 18: Revenue.
4. ED PSAK 23 (revisi 2009): Pendapatan tidak mengadopsi paragraf 38 IAS 18 tentang amandemen biaya investasi pada entitas anak, pengendalian bersama entitas atau entitas asosiasi dan IAS 27: Consolidated and Separate Financial Statements, karena tidak relevan.
PENDAPATAN
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 23 (revisi 2009) terdiri dari paragraf 1-36. Seluruh paragraf tersebut memiliki kekuatan mengatur yang sama. Paragraf yang dicetak dengan huruf tebal dan miring mengatur prinsip-prinsip utama. PSAK 23 (revisi 2009) harus dibaca dalam konteks tujuan pengaturan dan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan. Pernyataan ini tidak wajib diterapkan untuk unsur-unsur yang tidak material. PSAK 25 memberikan dasar pemilihan dan penerapan kebijakan akuntansi ketika tidak ada panduan secara eksplisit.
PENDAHULUAN
Tujuan
Penghasilan didefinisikan dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan sebagai peningkatan manfaat ekonomi selama periode akuntansi dalam bentuk arus masuk atau peningkatan aset atau penurunan liabilitas yang mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal. Penghasilan (income) meliputi pendapatan (revenue) maupun keuntungan (gain). Pendapatan adalah penghasilan yang timbul selama dalam aktivitas normal entitas dan dikenal dengan bermacam-macam sebutan yang berbeda seperti penjualan, penghasilan jasa (fees), bunga, dividen dan royalti. Tujuan Pernyataan ini adalah mengatur perlakuan akuntansi atas pendapatan yang timbul dari transaksi dan kejadian tertentu.
Permasalahan utama dalam akuntansi pendapatan adalah menentukan saat pengakuan pendapatan. Pendapatan diakui bila kemungkinan besar manfaat ekonomi masa depan akan mengalir ke entitas dan manfaat ini dapat diukur dengan andal. Pernyataan ini mengidentifikasikan keadaan-keadaan dimana kriteria tersebut terpenuhi, sehingga pendapatan dapat diakui. Pernyataan ini juga memberikan panduan praktis dalam penerapan kriteria tersebut.
Ruang Lingkup
01. Pernyataan ini diterapkan dalam akuntansi pendapatan yang timbul dari transaksi dan kejadian berikut ini:
(a) penjualan barang;
(b) penjualan jasa; dan
(c) penggunaan aset entitas oleh pihak lain yang menghasilkan bunga, royalti, dan dividen.
02. Barang meliputi barang yang diproduksi oleh entitas untuk dijual dan barang yang dibeli untuk dijual kembali, seperti barang dagang yang dibeli pengecer atau tanah dan properti lain yang dimiliki untuk dijual kembali.
03. Penjualan jasa biasanya terkait dengan kinerja entitas atas tugas yang telah disepakati secara kontraktual untuk dilaksanakan selama suatu periode waktu. Jasa tersebut dapat diserahkan dalam satu periode atau lebih dari satu periode. Beberapa kontrak untuk penjualan jasa secara langsung terkait dengan kontrak konstruksi, misalnya kontrak penjualan jasa dari manajer proyek dan arsitek. Pendapatan yang timbul dari kontrak ini tidak diatur dalam Pernyataan ini tetapi diatur sesuai dengan persyaratan kontrak konstruksi sebagaimana diatur dalam PSAK 34: Akuntansi Kontrak Konstruksi.
04. Penggunaan aset entitas oleh pihak lain menimbulkan pendapatan dalam bentuk:
(a) bunga yaitu pembebanan untuk penggunaan kas atau setara kas, atau jumlah terutang kepada entitas;
(b) royalti yaitu pembebanan untuk penggunaan aset jangka panjang entitas, misalnya paten, merek dagang, hak cipta, dan peranti lunak komputer; dan
(c) dividen yaitu distribusi laba kepada pemegang investasi ekuitas sesuai dengan proporsi kepemilikan mereka atas kelompok modal tertentu.
05. Pernyataan ini tidak mengatur pendapatan yang timbul dari:
`(a) perjanjian sewa (lihat PSAK 30 (revisi 2007): Sewa);
(b) dividen yang timbul dari investasi yang dicatat sesuai metode ekuitas (lihat PSAK 15 (revisi 2009): Investasi pada Entitas Asosiasi);
(c) kontrak asuransi yang termasuk dalam ruang lingkup PSAK 28: Akuntansi Asuransi Kerugian dan PSAK 36: Akuntansi Asuransi Jiwa.
(d) perubahan nilai wajar dari aset dan liabilitas keuangan atau pelepasannya (lihat PSAK 55 (revisi 2006): Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran);
(e) perubahan nilai aset lancar lainnya;
(f) ekstraksi hasil tambang (lihat PSAK 33: Akuntansi Pertambangan Umum).
Definisi
06. Berikut adalah pengertian istilah yang digunakan dalam Pernyataan ini:
Nilai wajar adalah jumlah dimana suatu aset dapat dipertukarkan atau suatu liabilitas diselesaikan antara pihak yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar (arm’s length transaction).
Pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal entitas selama suatu periode jika arus masuk tersebut mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal.
07. Pendapatan hanya meliputi arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang diterima dan dapat diterima oleh entitas untuk dirinya sendiri. Jumlah yang ditagih atas nama pihak ketiga, seperti pajak pertambahan nilai, bukan merupakan manfaat ekonomi yang mengalir ke entitas dan tidak mengakibatkan kenaikan ekuitas. Oleh karena itu, hal tersebut dikeluarkan dari pendapatan. Demikian juga dalam hubungan keagenan, arus masuk bruto manfaat ekonomi meliputi jumlah yang ditagih atas nama prinsipal, yang tidak mengakibatkan kenaikan ekuitas entitas. Jumlah yang ditagih
atas nama prinsipal bukan merupakan pendapatan, yang merupakan pendapatan adalah komisi yang diterima.
Pengukuran Pendapatan
08. Pendapatan diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau dapat diterima.
09. Jumlah pendapatan yang timbul dari transaksi biasanya ditentukan oleh persetujuan antara entitas dan pembeli atau pengguna aset tersebut. Jumlah tersebut diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau dapat diterima oleh entitas dikurangi jumlah diskon dagang dan rabat volume yang diperbolehkan oleh entitas.
10. Pada umumnya, imbalan tersebut berbentuk kas atau setara kas dan jumlah pendapatan adalah jumlah kas atau setara kas yang diterima atau yang dapat diterima. Namun, jika arus masuk dari kas atau setara kas ditangguhkan, maka nilai wajar dari imbalan tersebut mungkin kurang dari jumlah
nominal dari kas yang diterima atau dapat diterima. Misalnya, entitas dapat memberikan kredit bebas bunga kepada pembeli atau menerima wesel tagih dari pembeli dengan tingkat bunga dibawah pasar sebagai imbalan dari penjualan barang. Jika perjanjian tersebut secara efektif merupakan transaksi keuangan, maka nilai wajar imbalan ditentukan dengan pendiskontoan seluruh penerimaan di masa depan dengan menggunakan tingkat bunga tersirat (imputed). Tingkat bunga tersirat yang digunakan adalah yang paling mudah ditentukan antara:
(a) tingkat bunga yang berlaku bagi instrumen serupa dari penerbit dengan penilaian kredit yang sama; atau
(b) tingkat bunga yang mendiskonto nilai nominal instrumen tersebut ke harga jual tunai saat ini dari barang atau jasa.
Perbedaan antara nilai wajar dan jumlah nominal dari imbalan tersebut diakui sebagai pendapatan bunga sebagaimana dijelaskan paragraf 30 dan 31, dan sesuai PSAK 55 (revisi 2006): Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran.
11. Jika barang atau jasa dipertukarkan untuk barang atau jasa dengan sifat dan nilai yang serupa, maka pertukaran tersebut tidak dianggap sebagai transaksi yang menghasilkan pendapatan. Hal ini sering terjadi dengan komoditas seperti minyak atau susu di mana penyalur menukarkan persediaan
di beberapa lokasi untuk memenuhi permintaan dengan dasar tepat waktu dalam suatu lokasi. Jika barang dijual dan jasa diberikan untuk dipertukarkan dengan barang atau jasa yang tidak serupa, maka pertukaran tersebut dianggap sebagai transaksi yang menghasilkan pendapatan. Pendapatan tersebut diukur pada nilai wajar dari barang atau jasa yang diterima, disesuaikan dengan jumlah kas atau setara kas yang dialihkan. Ketika nilai wajar dari barang atau jasa yang diterima tidak dapat diukur secara andal, maka pendapatan tersebut diukur pada nilai wajar dari barang atau jasa yang diserahkan, disesuaikan dengan jumlah kas atau setara kas yang ditransfer.
Pengidentifikasian Transaksi
12. Kriteria pengakuan dalam Pernyataan ini biasanya diterapkan secara terpisah pada setiap transaksi. Namun, dalam keadaan tertentu, adalah perlu untuk menerapkan kriteria pengakuan tersebut pada komponen-komponen yang dapat diidentifikasikan secara terpisah dari transaksi tunggal, agar mencerminkan substansi dari transaksi tersebut. Misalnya, jika harga penjualan dari suatu produk termasuk jumlah yang dapat diidentifikasi untuk jasa lanjutan, maka jumlah tersebut ditangguhkan dan diakui sebagai pendapatan selama periode di mana jasa tersebut ditunaikan. Sebaliknya,
kriteria pengakuan diterapkan pada dua atau lebih transaksi bersama-sama jika transaksi tersebut terkait sedemikian rupa sehingga pengaruh komersialnya tidak dapat dimengerti tanpa melihat pada rangkaian transaksi tersebut secara keseluruhan. Misalnya, entitas dapat menjual barang dan pada saat yang sama, menyetujui perjanjian yang terpisah untuk membeli kembali barang tersebut di kemudian hari, sehingga meniadakan pengaruh yang sesungguhnya dari transaksi tersebut, maka dalam hal ini kedua transaksi tersebut diberlakukan bersamaan.
Penjualan Barang
13. Pendapatan dari penjualan barang diakui jika seluruh kondisi berikut dipenuhi:
(a) entitas telah memindahkan risiko dan manfaat kepemilikan barang secara signifikan kepada pembeli;
(b) entitas tidak lagi melanjutkan pengelolaan yang biasanya terkait dengan kepemilikan atas barang ataupun melakukan pengendalian efektif atas barang yang dijual;
(c) jumlah pendapatan tersebut dapat diukur dengan andal;
(d) kemungkinan besar manfaat ekonomi yang terkait dengan transaksi tersebut akan mengalir kepada entitas tersebut; dan
(e) biaya yang terjadi atau akan terjadi sehubungan transaksi penjualan tersebut dapat diukur dengan andal.
14. Penentuan kapan entitas telah memindahkan risiko dan manfaat kepemilikan secara signifikan kepada pembeli memerlukan pengujian atas keadaan transaksi tersebut. Pada umumnya, pemindahan risiko dan manfaat kepemilikan terjadi pada saat yang bersamaan dengan pemindahan hak milik atau penguasaan atas barang tersebut kepada pembeli. Hal ini terjadi pada kebanyakan penjualan eceran. Dalam hal lain, pemindahan risiko dan manfaat kepemilikan terjadi pada saat yang berbeda dengan pemindahan hak milik atau penguasaan atas barang tersebut.
15. Jika entitas tersebut menahan risiko signifikan dari kepemilikan, transaksi tersebut bukanlah penjualan dan pendapatan tidak diakui. Entitas dapat menahan risiko kepemilikan yang signifikan dengan berbagai cara. Contoh situasi dimana entitas menahan risiko dan manfaat kepemilikan secara signifikan adalah:
(a) jika entitas menahan kewajiban untuk kinerja tidak memuaskan yang tidak dijamin oleh ketentuan jaminan normal;
(b) jika penerimaan pendapatan dari penjualan bergantung pada pendapatan pembeli dari penjualan barang yang bersangkutan;
(c) jika pengiriman barang bergantung pada instalasinya, dan instalasi tersebut merupakan bagian signifikan dari kontrak yang belum diselesaikan oleh entitas; dan
(d) jika pembeli berhak membatalkan pembelian berdasarkan alasan yang ditentukan dalam kontrak dan entitas tidak dapat memastikan apakah akan terjadi retur.
16. Jika entitas hanya menahan risiko tidak signifikan atas kepemilikan, transaksi tersebut adalah penjualan dan pendapatan yang diakui. Misalnya, penjual mungkin menahan hak milik atas barang semata-mata untuk melindungi kolektibilitas jumlah yang jatuh tempo. Dalam hal seperti itu, jika entitas telah memindahkan risiko dan manfaat kepemilikan secara signifikan, transaksi tersebut adalah penjualan dan pendapatan harus diakui. Contoh lain entitas yang hanya menahan risiko yang tidak signifikan dari kepemilikan adalah dalam penjualan eceran dengan syarat dapat dikembalikan jika pelanggan tidak puas. Pendapatan dalam hal ini diakui pada waktu penjualan dilakukan jika penjual dapat mengestimasi secara andal retur yang akan terjadi dan mengakui liabilitas untuk retur berdasarkan pengalaman sebelumnya dan faktor-faktor lain yang relevan.
17. Pendapatan diakui hanya jika kemungkinan besar manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi tersebut akan mengalir kepada entitas. Terkadang kemungkinan besar tersebut baru tercapai pada saat imbalan diterima atau ketidakpastian dihilangkan. Misalnya, belum ada kepastian
bahwa pemerintahan asing akan memberi ijin pengiriman imbalan atas penjualan di negara asing. Jika ijin diberikan, ketidakpastian tersebut hilang dan pendapatan diakui. Namun, jika ketidakpastian timbul dari kolektibilitas jumlah tertentu yang telah termasuk dalam pendapatan, jumlah yang tidak tertagih atau jumlah yang kemungkinan pemulihannya tidak besar lagi, diakui sebagai beban bukan sebagai penyesuaian terhadap jumlah pendapatan yang diakui semula.
18. Pendapatan dan beban sehubungan dengan transaksi yang sama atau peristiwa lain diakui secara bersamaan, proses ini biasanya mengacu pada pengaitan pendapatan dengan beban. Beban, termasuk jaminan dan biaya lain yang terjadi setelah pengiriman barang, biasanya dapat diukur dengan andal jika kondisi lain untuk pengakuan pendapatan yang berkaitan telah dipenuhi. Tetapi, pendapatan tidak diakui jika beban yang berkaitan tidak dapat diukur dengan andal. Dalam keadaan
demikian, setiap imbalan yang diterima untuk penjualan barang tersebut diakui sebagai liabilitas.
Penjualan Jasa
19. Jika hasil transaksi yang terkait dengan penjualan jasa dapat diestimasi dengan andal, pendapatan sehubungan
dengan transaksi tersebut harus diakui dengan acuan pada
tingkat penyelesaian dari transaksi pada tanggal neraca.
Hasil transaksi dapat diestimasi dengan andal jika seluruh
kondisi berikut ini dipenuhi:
(a) jumlah pendapatan dapat diukur dengan andal;
(b) kemungkinan besar manfaat ekonomi sehubungan
dengan transaksi tersebut dapat diperoleh entitas;
(c) tingkat penyelesaian dari suatu transaksi pada tanggal
neraca dapat diukur dengan andal; dan
(d) biaya yang timbul untuk transaksi dan biaya
menyelesaikan transaksi tersebut dapat diukur dengan
andal.
20. Pengakuan pendapatan dengan mengacu pada tingkat
penyelesaian dari suatu transaksi sering disebut sebagai
metode persentase penyelesaian. Dengan metode ini, pendapatan
diakui dalam periode akuntansi pada saat jasa ditunaikan.
Pengakuan pendapatan atas dasar ini memberikan informasi
yang berguna mengenai tingkat kegiatan jasa dan kinerja entitas
dalam suatu periode. PSAK 34: Akuntansi Kontrak Kontruksi
juga mensyaratkan pengakuan pendapatan berdasarkan hal ini.
Persyaratan pada Pernyataan tersebut berlaku secara umum
untuk pengakuan pendapatan dan beban terkait untuk transaksi
yang melibatkan pemberian jasa.
21. Pendapatan diakui hanya jika kemungkinan besar manfaat
ekonomi sehubungan dengan transaksi tersebut akan diperoleh
entitas. Namun, jika ketidakpastian timbul dari kolektibilitas
jumlah yang telah masuk dalam pendapatan, jumlah yang tidak
tertagih, atau jumlah yang kemungkinan pemulihannya tidak
lagi besar, diakui sebagai beban bukan sebagai penyesuaian
terhadap jumlah pendapatan yang diakui semula.
22. Entitas pada umumnya dapat membuat estimasi yang
andal setelah entitas mencapai persetujuan mengenai hal-hal
berikut dengan pihak lain dalam transaksi:
(a) hak yang dapat dipaksakan dari masing-masing pihak
terkait dengan jasa yang disediakan dan diterima para
pihak;
(b) imbalan yang dipertukarkan; dan
(c) cara dan persyaratan penyelesaian.
Biasanya, entitas juga perlu mempunyai sistem anggaran dan
pelaporan keuangan internal yang efektif. Entitas tersebut
menelaah dan jika perlu merevisi estimasi pendapatan sewaktu
jasa diberikan. Kebutuhan atas revisi tersebut tidak berarti
mengindikasikan bahwa hasil dari transaksi tersebut tidak
dapat diestimasi dengan andal.
23. Tingkat penyelesaian transaksi dapat ditentukan
dengan berbagai metode. Entitas menggunakan metode yang
dapat mengukur dengan andal jasa yang diberikan. Bergantung
pada sifat transaksi, metode tersebut dapat meliputi:
(a) survei pekerjaan yang telah dilaksanakan;
(b) jasa yang dilakukan hingga tanggal tertentu sebagai
persentase dari total jasa yang harus dilakukan; atau
(c) proporsi biaya yang timbul hingga tanggal tertentu dibagi
estimasi total biaya transaksi tersebut. Hanya biaya yang
mencerminkan jasa yang dilaksanakan hingga tanggal
tertentu dimasukkan dalam biaya yang terjadi hingga
tanggal tersebut. Hanya biaya yang mencerminkan jasa
yang dilakukan atau yang harus dilakukan, dimasukkan
ke dalam estimasi total biaya transaksi tersebut.
Pembayaran berkala dan uang muka yang diterima dari
pelanggan sering kali tidak mencerminkan jasa yang
dilakukan.
24. Untuk tujuan praktis, jika jasa dilaksanakan melalui
sejumlah kegiatan yang tidak dapat ditentukan selama suatu
periode, pendapatan diakui atas dasar garis lurus selama
periode tertentu, kecuali jika ada bukti bahwa terdapat metode
lain yang lebih baik dapat mencerminkan tingkat penyelesaian.
Jika kegiatan tertentu jauh lebih signifikan daripada kegiatan
yang lain, pengakuan pendapatan ditunda sampai kegiatan
yang signifikan tersebut dilakukan.
25. Jika hasil transaksi terkait dengan penjualan jasa
tidak dapat diestimasi dengan andal, maka pendapatan
diakui hanya yang berkaitan dengan beban terakui yang
dapat terpulihkan.
26. Selama tahap awal transaksi, sering kali terjadi
bahwa hasil suatu transaksi tidak dapat diestimasi dengan
andal. Namun demikian, besar kemungkinan terjadi bahwa
entitas tersebut akan memperoleh kembali biaya transaksi
yang timbul. Oleh karena itu, pendapatan diakui hanya yang
berkaitan dengan biaya yang telah terjadi yang diharapkan
dapat terpulihkan. Karena hasil transaksi tersebut tidak dapat
diestimasi dengan andal, tidak ada laba yang diakui.
27. Jika hasil transaksi tidak dapat diestimasi dengan andal
dan kemungkinan kecil biaya yang terjadi akan terpulihkan,
pendapatan tidak diakui dan biaya yang timbul diakui sebagai
beban. Jika tidak ada lagi kondisi semula yang mengakibatkan
hasil kontrak tidak dapat diestimasi dengan andal, maka
pendapatan diakui sesuai dengan paragraf 20 bukan paragraf
26.
Bunga, Royalti, dan Dividen
28. Pendapatan yang timbul dari penggunaan aset
entitas oleh pihak lain yang menghasilkan bunga, royalti,
dan dividen diakui atas dasar yang dijelaskan dalam
paragraf 30, jika:
(a) kemungkinan besar manfaat ekonomi sehubungan
dengan transaksi tersebut akan diperoleh entitas; dan
(b) jumlah pendapatan dapat diukur dengan andal.
29. Pendapatan diakui dengan dasar sebagai berikut:
(a) bunga diakui menggunakan metode suku bunga efektif
seperti yang dijelaskan di PSAK 55 (revisi 2006):
Instrumen keuangan: Pengakuan dan Pengukuran
paragraf 8 dan PA 17-20;
(b) royalti diakui atas dasar akrual sesuai dengan substansi
perjanjian yang relevan; dan
(c) dividen diakui jika hak pemegang saham untuk menerima
pembayaran ditetapkan.
30. Jika bunga yang belum dibayar telah diakru sebelum
pembelian investasi yang berbunga, maka penerimaan bunga
kemudian dialokasikan antara periode sebelum pembelian
dan sesudah pembelian, hanya bagian setelah pembelian yang
diakui sebagai pendapatan.
31. Royalti diakru sesuai dengan syarat perjanjian yang
relevan dan pendapatan juga umumnya diakui sesuai dengan
dasar tersebut kecuali, dengan memperhatikan hakikat
perjanjian, akan lebih sesuai untuk mengakui pendapatan atas
dasar sistematik dan rasional yang lain.
32. Pendapatan diakui hanya jika kemungkinan besar manfaat
ekonomi sehubungan dengan transaksi tersebut akan diperoleh
entitas. Namun, jika ketidakpastian timbul dari kolektibilitas
jumlah tertentu yang telah termasuk dalam pendapatan, jumlah
yang tidak dapat ditagih, atau jumlah yang kemungkinan
pemulihannya tidak besar lagi, maka jumlah tersebut diakui
sebagai beban, bukan penyesuaian terhadap jumlah pendapatan
yang diakui semula.
Pengungkapan
33. Entitas mengungkapkan:
(a) kebijakan akuntansi yang digunakan untuk pengakuan
pendapatan, termasuk metode yang digunakan untuk
menentukan tingkat penyelesaian transaksi yang
melibatkan pemberian jasa;
(b) jumlah setiap kategori signifikan dari pendapatan yang
diakui selama periode tersebut, termasuk pendapatan
yang berasal dari:
(i) penjualan barang;
(ii) penjualan jasa;
(iii) bunga;
(iv) royalti;
(v) dividen; dan
(c) jumlah pendapatan yang berasal dari pertukaran barang
atau jasa yang tercakup dalam setiap kategori signifikan
dari pendapatan.
34. Entitas mengungkapkan setiap liabilitas kontijensi dan
aset kontijensi sesuai dengan PSAK 57 (revisi 2009): Provisi,
Liabilitas Kontijensi, dan Aset Kontinjensi. Liabilitas kontijensi
dan aset kontijensi dapat timbul dari pos-pos seperti biaya
jaminan, klaim, denda, atau kemungkinan kerugian lainnya.
Tanggal Efektif
35. Pernyataan ini berlaku efektif untuk periode tahun
buku yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2011.
PENARIKAN
36. Pernyataan ini menggantikan PSAK 23 (1994): Pendapatan.
LAMPIRAN
Lampiran ini melengkapi, namun bukan bagian dari PSAK
23 (revisi 2009): Pendapatan. Contoh-contoh berikut
memusatkan pada aspek-aspek khusus dari suatu transaksi
dan bukan diskusi yang komprehensif dari seluruh faktor
relevan yang mungkin mempengaruhi pengakuan pendapatan.
Contoh-contoh berikut secara umum mengasumsikan bahwa
jumlah pendapatan dapat diukur dengan andal, kemungkinan
besar manfaat ekonomi akan diperoleh entitas dan biaya
yang dikeluarkan atau akan dikeluarkan dapat diukur secara
andal.
Penjualan Barang
Undang-undang suatu negara dapat menentukan waktu
yang tepat dimana entitas memindahkan risiko dan manfaat
kepemilikan secara signifikan. Oleh karena itu, contoh dalam
lampiran ini perlu dibaca dalam konteks hukum sehubungan
dengan penjualan barang di negara di mana transaksi terjadi.
01. Penjualan ‘Tagih dan Tahan (Bill and Hold)’, yang mana
pengiriman ditunda atas permintaan pembeli tetapi pembeli
memperoleh hak milik atas barang dan menerima tagihan.
Pendapatan diakui pada saat pembeli memperoleh hak milik,
apabila:
(a) kemungkinan besar pengiriman akan dilakukan;
(b) barang yang berada di tangan penjual, dapat diidentifikasi
dan siap untuk dikirim ke pembeli pada saat penjualan
diakui;
(c) pembeli secara khusus mengakui adanya instruksi
penangguhan pengiriman; dan
(d) syarat-syarat pembayaran lazim tetap berlaku.
Pendapatan tidak diakui ketika hanya terdapat keinginan
untuk memperoleh atau memproduksi barang untuk tujuan
pengiriman.
02. Barang dikirim namun bergantung pada beberapa
kondisi.
(a) instalasi dan inspeksi.
Pendapatan biasanya diakui pada saat pembeli
menerima pengiriman, serta instalasi dan inspeksi
telah diselesaikan. Namun, pendapatan diakui segera
setelah pembeli menerima pengiriman ketika:
(i) proses instalasi sederhana, misalnya instalasi
pesawat televisi yang telah diuji pabrik, yang
hanya perlu dikeluarkan dari kemasan dan
penyambungan daya dan antena; atau
(ii) pemeriksaan dilakukan hanya untuk tujuan
penentuan akhir atas harga kontrak, misalnya,
pengiriman bijih besi, gula atau kacang
kedelai.
(b) bergantung pada persetujuan ketika pembeli telah
berunding tentang hak terbatas atas pengembalian.
Jika terdapat ketidakpastian mengenai kemungkinan
pengembalian atas barang, maka pendapatan diakui
ketika pengiriman telah secara resmi diterima oleh
pembeli atau barang telah dikirimkan dan jangka
waktu untuk penolakan telah berlalu.
(c) ` penjualan konsinyasi di mana penerima (pembeli)
berjanji untuk menjual barang atas nama pengirim
(penjual).
Pendapatan diakui oleh pengirim saat barang telah
dijual oleh penerima kepada pihak ketiga.
(d) kas pada saat pengiriman penjualan.
Pendapatan diakui ketika pengiriman dilakukan dan
kas diterima oleh penjual atau agennya.
03. Penjualan secara kredit (lay away sales) yang mana
barang dikirim hanya ketika pembeli melakukan pembayaran
terakhir dalam serangkaian cicilan.
Pendapatan dari penjualan tersebut diakui pada saat barang
dikirim. Namun, jika pengalaman menunjukkan bahwa
sebagian besar penjualan tersebut terealisasi, pendapatan
dapat diakui ketika setoran/uang tanggungan yang signifikan
diterima sepanjang barang berada di tangan penjual, dapat
diidentifikasi dan siap untuk dikirim ke pembeli.
04. Pesanan ketika pembayaran (atau pembayaran parsial)
diterima dimuka atas pengiriman barang yang sekarang belum
dimiliki sebagai persediaan, misalnya, barang masih harus
dibuat atau akan dikirimkan langsung kepada pelanggan dari
pihak ketiga.
Pendapatan diakui pada saat barang dikirimkan kepada
pembeli.
05. Perjanjian penjualan dan pembelian kembali (selain
transaksi swap) di mana penjual secara bersamaan setuju
untuk membeli kembali barang yang sama di kemudian
hari, atau ketika penjual memiliki opsi beli (call option)
untuk membeli kembali, atau pembeli memiliki opsi jual (put
option) yang mensyaratkan pembelian kembali oleh penjual
atas barang tersebut.
Untuk perjanjian penjualan dan pembelian kembali aset
selain aset keuangan, syarat-syarat perjanjian perlu dianalisis
untuk memastikan apakah (secara substansi) penjual telah
mengalihkan risiko dan manfaat kepemilikan kepada pembeli
dan dengan demikian pendapatan diakui. Ketika penjual masih
memiliki risiko dan manfaat kepemilikan, meskipun hak
milik telah dipindahkan, maka transaksi tersebut merupakan
perjanjian pendanaan dan tidak menimbulkan pendapatan.
Untuk perjanjian penjualan dan pembelian kembali atas aset
keuangan sesuai PSAK 55 (revisi 2006): Instrumen Keuangan:
Pengakuan dan Pengukuran.
06. Penjualan kepada pihak-pihak perantara, seperti
distributor, dealer atau pihak lain untuk dijual kembali.
Pendapatan dari penjualan tersebut umumnya diakui pada saat
risiko dan manfaat kepemilikan telah berlalu. Namun, ketika
pembeli bertindak secara substansi sebagai agen, penjualan
diperlakukan sebagai penjualan konsinyasi.
07. Biaya berlangganan untuk publikasi dan hal serupa.
Jika barang terkait yang terlibat memiliki nilai serupa
sepanjang periode waktu, pendapatan diakui atas dasar garis
lurus selama periode pada saat barang-barang dikirim. Apabila
barang bervariasi nilainya dari waktu ke waktu, pendapatan
diakui berdasarkan nilai penjualan barang yang dikirim
dalam hubungannya dengan total estimasi nilai penjualan dari
seluruh item yang tercakup dalam biaya berlangganan.
08. Penjualan cicilan (instalment sales), di mana imbalan
dapat diterima melalui cicilan.
Pendapatan yang terkait dengan harga penjualan, tidak termasuk
bunga, diakui pada tanggal penjualan. Harga jual adalah nilai
kini dari imbalan, ditentukan dengan mendiskontokan cicilan
piutang pada suku bunga tersirat (imputed rate of interest).
Elemen bunga diakui sebagai pendapatan ketika telah menjadi
haknya, dengan menggunakan metode suku bunga efektif.
Penjualan Jasa
09. Penghasilan jasa atas instalasi.
Penghasilan jasa atas instalasi diakui sebagai pendapatan
dengan mengacu pada tahap penyelesaian instalasi, kecuali
hal tersebut insidental dengan penjualan produk, dalam hal ini
biaya instalasi diakui saat barang dijual.
10. Penghasilan jasa atas pelayanan yang termasuk dalam
harga produk.
Ketika harga jual produk meliputi jumlah yang dapat
diidentifikasi untuk jasa pelayanan berikutnya (misalnya,
layanan purna jual dan peningkatan produk pada penjualan
perangkat/piranti lunak), jumlah tersebut ditangguhkan
dan diakui sebagai pendapatan selama periode di mana jasa
dilakukan. Jumlah yang ditangguhkan adalah jumlah yang akan
menutupi biaya jasa yang diharapkan pada suatu perjanjian,
ditambah dengan laba yang wajar atas jasa tersebut.
11. Komisi iklan.
Komisi media diakui ketika iklan atau komersial terkait
disebarkan ke media masa. Komisi produksi diakui dengan
mengacu pada tahap penyelesaian proyek.
12. Komisi keagenan asuransi.
Komisi keagenan asuransi yang diterima atau yang dapat
diterima, yang tidak mensyaratkan agen untuk melaksanakan
jasa lebih lanjut diakui sebagai pendapatan oleh agen pada
tanggal efektif dimulainya atau tanggal pembaharuan polis
terkait. Namun, ketika terdapat kemungkinan bahwa agen
disyaratkan untuk melaksanakan jasa lebih lanjut selama
kebijakan berlaku, komisi, atau bagiannya, ditangguhkan
dan diakui sebagai pendapatan selama periode polis tersebut
berlaku.
13. Penghasilan jasa atas layanan keuangan.
Pengakuan pendapatan untuk penghasilan jasa atas layanan
keuangan tergantung pada tujuan di mana penghasilan jasa
tersebut dinilai dan dasar akuntansi untuk instrumen keuangan
terkait. Deskripsi penghasilan jasa untuk jasa layanan
keuangan mungkin tidak mengindikasikan sifat dan substansi
dari jasa yang diberikan. Oleh karena itu, perlu dibedakan
antara penghasilan jasa yang merupakan bagian integral dari
tingkat bunga efektif atas instrumen keuangan, penghasilan
jasa yang diperoleh dari jasa layanan yang disediakan, dan
penghasilan jasa yang diperoleh dari pelaksanaan tindakan
yang signifikan.
(a) Penghasilan jasa yang merupakan bagian integral dari
tingkat bunga efektif atas instrumen keuangan.
Penghasilan jasa semacam itu umumnya diperlakukan
sebagai penyesuaian tingkat bunga efektif. Namun, ketika
instrumen keuangan diukur pada nilai wajar dengan
perubahan nilai wajar diakui dalam laporan laba rugi,
penghasilan jasa diakui sebagai pendapatan pada saat
pengakuan awal instrumen.
(i) Penghasilan jasa awal mula (origination fees) yang
diterima oleh entitas sehubungan dengan pengadaan
atau akuisisi aset keuangan selain aset keuangan
yang diklasifikasikan sebagai aset keuangan ‘pada
nilai wajar melalui laporan laba-rugi’ sesuai PSAK
55 (revisi 2006).
Penghasilan jasa semacam ini mungkin termasuk
kompensasi untuk kegiatan seperti mengevaluasi
kondisi keuangan peminjam, mengevaluasi
dan mencatat jaminan, agunan dan perjanjian
jaminan lainnya, negosiasi persyaratan instrumen,
mempersiapkan dan memroses dokumen dan menutup
transaksi. Penghasilan jasa ini merupakan bagian
integral dari penghasil suatu keterkaitan dengan
hasil instrumen keuangan dan bersamaan dengan
biaya transaksi terkait (sebagaimana didefinisikan
dalam PSAK 55 (revisi 2006): Instrumen Keuangan:
Pengakuan dan Pengukuran), ditangguhkan dan
diakui sebagai penyesuaian tingkat bunga efektif.
(ii) Penghasilan jasa atas komitmen yang diterima oleh
entitas untuk pengadaan suatu pinjaman ketika
komitmen pinjaman tidak termasuk dalam ruang
lingkup PSAK 55 (revisi 2006): Instrumen Keuangan:
Pengakuan dan Pengukuran.
Jika terdapat kemungkinan besar entitas akan
memulai perjanjian pinjaman tertentu dan komitmen
pinjaman tidak berada dalam ruang lingkup PSAK 55
(revisi 2006): Instrumen Keuangan: Pengakuan dan
Pengukuran, maka penghasilan jasa atas komitmen
yang diterima dianggap sebagai kompensasi bagi
keterlibatan berkelanjutan dengan akuisisi instrumen
keuangan dan bersamaan dengan biaya transaksi
terkait sebagaimana didefinisikan dalam PSAK
55 (revisi 2006) ditangguhkan dan diakui sebagai
penyesuaian terhadap tingkat bunga efektif. Jika
komitmen berakhir tanpa entitas membuat pinjaman,
maka biaya diakui sebagai pendapatan pada saat
kadaluwarsa. Komitmen pinjaman yang berada
di dalam ruang lingkup PSAK 55 (revisi 2006)
diperlakukan sebagai derivatif dan diukur pada nilai
wajar.
(iii) Penghasilan jasa awal mula (origination fees) yang
diterima saat menerbitkan liabilitas keuangan yang
diukur pada biaya perolehan diamortisasi.
Penghasilan jasa ini merupakan bagian integral dari
terlibatnya entitas dengan liabilitas keuangan dengan
liabilitas keuangan. Ketika liabilitas keuangan tidak
dikategorikan sebagai ‘diukur pada nilai wajar
melalui laporan laba rugi’, penghasilan jasa awal
mula (origination fees) yang diterima, termasuk
biaya transaksi terkait (sebagaimana didefinisikan
dalam PSAK 55 (revisi 2006): Instrumen Keuangan:
Pengakuan dan Pengukuran) yang terjadi, dimasukkan
ke dalam nilai tercatat awal liabilitas keuangan dan
diakui sebagai penyesuaian terhadap tingkat bunga
efektif. Entitas membedakan penghasilan jasa dan
penghasilan lain yang merupakan bagian integral dari
tingkat bunga efektif untuk liabilitas keuangan dari
penghasilan jasa awal mula dan biaya transaksi yang
berkaitan dengan hak untuk memberikan jasa, seperti
jasa manajemen investasi.
(b) Penghasilan jasa yang dihasilkan saat jasa diberikan.
(i) Penghasilan jasa yang ditagihkan untuk jasa
pelayanan atas pinjaman.
Penghasilan jasa yang ditagihkan oleh entitas
untuk jasa pelayanan atas pinjaman diakui sebagai
pendapatan saat jasa diberikan.
(ii) Penghasilan jasa atas komitmen untuk pengadaan
pinjaman jika komitmen pinjaman tidak termasuk
dalam ruang lingkup PSAK 55 (revisi 2006).
Jika tidak memungkinkan bahwa perjanjian pinjaman
tertentu akan dimulai dan komitmen pinjaman
berada di luar lingkup PSAK 55 (revisi 2006), maka
penghasilan jasa atas komitmen diakui sebagai
pendapatan atas dasar proporsi waktu selama periode
komitmen. Komitmen pinjaman di dalam ruang
lingkup PSAK 55 (revisi 2006) diperlakukan sebagai
derivatif dan diukur pada nilai wajar.
(iii) Penghasilan jasa atas manajemen investasi.
Penghasilan jasa yang ditagihkan untuk mengelola
investasi diakui sebagai pendapatan saat jasa
diberikan.
Biaya tambahan (incremental costs) yang dapat
diatribusikan secara langsung untuk memastikan
kontrak manajemen investasi diakui sebagai aset jika
biaya tersebut dapat diidentifikasi secara terpisah dan
dapat diukur dengan andal dan terdapat kemungkinan
besar bahwa biaya tambahan tersebut akan dipulihkan.
Seperti dalam PSAK 55 (revisi 2006): Instrumen
Keuangan: pengakuan dan Pengukuran, biaya
tambahan adalah biaya yang tidak akan terjadi jika
entitas tidak memastikan kontrak manajemen investasi
tersebut. Aset tersebut mewakili hak kontraktual
entitas untuk memperoleh manfaat dari penyediaan
jasa manajemen investasi, dan diamortisasi ketika
entitas mengakui pendapatan terkait. Jika entitas
memiliki portofolio kontrak manajemen investasi,
entitas dapat menilai pemulihan kontrak tersebut
secara portofolio.
Beberapa kontrak jasa keuangan melibatkan baik
pengadaan satu atau lebih instrumen keuangan
maupun penyediaan jasa manajemen investasi.
Misalnya, kontrak tabungan bulanan jangka panjang
terkait dengan pengelolaan sejumlah efek ekuitas.
Pemberi kontrak membedakan biaya transaksi
sehubungan dengan pengadaan instrumen keuangan
dari biaya untuk memastikan hak atas pemberian jasa
manajemen investasi.
(c) Penghasilan jasa yang diperoleh dari pelaksanaan
tindakan yang signifikan.
Penghasilan jasa diakui sebagai pendapatan saat tindakan
signifikan telah selesai, seperti pada contoh di bawah
ini.
(i) Komisi pembagian saham (allotment of shares)
kepada klien.
Komisi diakui sebagai pendapatan saat saham telah
dibagikan.
(ii) Penghasilan jasa untuk penempatan (placement fees)
atas pengaturan suatu pinjaman antara peminjam dan
investor.
Penghasilan jasa diakui sebagai pendapatan saat
pinjaman telah diatur.
(iii) Penghasilan jasa atas sindikasi pinjaman.
Penghasilan jasa sindikasi yang diterima oleh entitas
untuk mengatur pinjaman dan entitas tidak mengambil
bagian dari paket pinjaman untuk dirinya sendiri (atau
menahan bagian pinjaman pada suku bunga efektif
yang sama untuk risiko sebanding dengan peserta lain)
adalah kompensasi untuk jasa sindikasi. Penghasilan
jasa tersebut diakui sebagai pendapatan saat sindikasi
telah selesai.
14. Penghasilan jasa admisi (admission fees).
Pendapatan dari seni pertunjukan, perjamuan dan acara
khusus lainnya diakui ketika acara berlangsung. Ketika
pesanan dimuka ke sejumlah acara terjual, penghasilan
jasa dialokasikan kepada setiap acara atas dasar yang
mencerminkan sejauh mana jasa telah dilaksanakan pada
setiap acara.
15. Iuran pendidikan (tuition fees).
Pendapatan diakui selama periode pengajaran.
16. Penghasilan jasa atas inisiasi, penerimaan dan
keanggotaan (initiation, entrance and membership fees).
Pengakuan pendapatan bergantung pada sifat dari jasa yang
diberikan. Jika iuran mengijinkan hanya untuk keanggotaan,
dan semua jasa atau produk dibayar secara terpisah, atau jika
terdapat iuran langganan tahunan yang terpisah, maka iuran
diakui sebagai pendapatan ketika tidak ada ketidakpastian
yang signifikan terhadap kolektibilitas. Jika penghasilan jasa
memberikan hak kepada anggota untuk penyediaan jasa atau
publikasi selama masa keanggotaan, atau untuk membeli
barang atau jasa dengan harga lebih murah daripada yang
dikenakan kepada non-anggota, penghasilan jasa tersebut
diakui atas dasar yang mencerminkan waktu, sifat dan nilai
manfaat yang diberikan.
17. Penghasilan jasa waralaba (franchise fee).
Penghasilan jasa waralaba mungkin mencakup penyediaan
jasa awal dan jasa berikutnya, peralatan dan aset-aset
berwujud lainnya, dan pengetahuannya. Dengan demikian,
penghasilan jasa waralaba diakui sebagai pendapatan atas
dasar yang mencerminkan tujuan di mana penghasilan jasa
tersebut ditagihkan. Berikut ini adalah metode pengakuan
penghasilan jasa waralaba yang sesuai:
(a) Penyediaan peralatan dan aset berwujud lainnya.
Jumlah, berdasarkan nilai wajar aset yang dijual, diakui
sebagai pendapatan saat aset tersebut dikirim atau hak
kepemilikan berpindah.
(b) Penyediaan jasa awal dan jasa berikutnya.
Penghasilan jasa untuk penyediaan jasa berkelanjutan,
baik apakah merupakan bagian dari penghasilan jasa awal
atau penghasilan jasa terpisah, diakui sebagai pendapatan
saat jasa diberikan. Ketika penghasilan jasa terpisah tidak
menutupi biaya jasa berkelanjutan dan keuntungan yang
wajar, bagian dari penghasilan jasa awal yang cukup untuk
menutup biaya jasa berkelanjutan dan untuk memberikan
keuntungan yang wajar pada jasa tersebut, ditangguhkan
dan diakui sebagai pendapatan saat jasa diberikan.
Perjanjian waralaba mungkin mengharuskan pemilik
waralaba untuk memasok peralatan, persediaan, atau aset
berwujud lainnya, dengan harga lebih murah daripada
yang dibebankan kepada pihak lain atau harga yang tidak
memberikan keuntungan yang wajar pada penjualan
tersebut. Dalam keadaan ini, bagian dari penghasilan
jasa awal yang cukup untuk menutup biaya estimasi
yang melebihi harga tersebut dan untuk memberikan
keuntungan yang wajar pada penjualan tersebut,
ditangguhkan dan diakui selama periode dimana barang
tersebut kemungkinan akan dijual kepada pewaralaba.
Saldo penghasilan jasa awal diakui sebagai pendapatan
ketika kinerja dari seluruh jasa awal dan kewajiban lain
yang disyaratkan dari pemilik waralaba (seperti bantuan
dengan pemilihan tempat, pelatihan staf, pendanaan dan
periklanan) secara substansial telah selesai.
Jasa awal dan kewajiban lain di bawah perjanjian waralaba
dapat tergantung pada jumlah outlet individu yang
didirikan di suatu daerah. Dalam hal ini, penghasilan jasa
yang terkait dengan jasa awal diakui sebagai pendapatan
sebanding dengan jumlah outlet yang mana jasa awal
secara substansial telah diselesaikan.
Jika penghasilan jasa awal dapat tertagih melalui
periode yang diperpanjang dan terdapat ketidakpastian
yang signifikan bahwa hal tersebut dapat ditagih secara
keseluruhan, penghasilan jasa diakui saat cicilan tunai
diterima.
(c) Penghasilan jasa waralaba berkelanjutan.
Penghasilan jasa yang ditagihkan untuk penggunaan hak
berkelanjutan yang tertera dalam perjanjian, atau untuk
jasa lain yang disediakan selama periode perjanjian, diakui
sebagai pendapatan saat jasa diberikan atau selama hak
tersebut digunakan.
(d) Transaksi Keagenan.
Transaksi dapat terjadi antara pemilik waralaba dan
pewaralaba yang secara substansi, melibatkan pemilik
waralaba bertindak sebagai agen untuk pewaralaba.
Sebagai contoh, pemilik waralaba dapat memesan
perlengkapan dan mengatur pengiriman ke waralaba
tanpa memperoleh keuntungan. Transaksi seperti itu tidak
menimbulkan pendapatan.
18. Penghasilan jasa dari pengembangan peranti lunak yang
disesuaikan (customised software).
Biaya dari pengembangan peranti lunak yang disesuaikan
diakui sebagai pendapatan dengan mengacu pada tahap
penyelesaian pengembangan, termasuk penyelesaian jasa
yang diberikan untuk bantuan jasa pasca-pengiriman.
Bunga, Royalti dan Dividen
19. Penghasilan jasa atas lisensi dan royalti.
Penghasilan jasa dan royalti yang dibayarkan untuk penggunaan
aset entitas (seperti merek dagang, paten, peranti lunak, hak
cipta musik, rekaman orisinil (master) dan film gambar gerak)
biasanya diakui sesuai dengan substansi perjanjian. Untuk
kepraktisan, pengakuan dapat menggunakan dasar garis
lurus selama masa perjanjian, misalnya, ketika sebuah lisensi
memberikan hak untuk menggunakan teknologi tertentu
selama jangka waktu yang spesial.
Penempatan hak dengan tarif tetap atau jaminan tanpa
pengembalian dalam kontrak yang tidak dapat dibatalkan,
mengijinkan pemegang lisensi untuk mengeksploitasi hak
tersebut secara bebas dan pemberi lisensi tidak memiliki
sisa kewajiban untuk melakukannya, secara substansi
adalah penjualan. Contohnya adalah perjanjian lisensi untuk
penggunaan peranti lunak saat pemberi lisensi tidak lagi
memiliki kewajiban setelah melakukan pengiriman. Contoh
lain adalah pemberian hak untuk memamerkan sebuah
film gambar gerak di pasar di mana pemberi lisensi tidak
memiliki kontrol atas distributor dan berharap untuk tidak
lagi menerima pendapatan dari penjualan tiket. Dalam hal
tersebut, pendapatan diakui pada saat penjualan.
Dalam beberapa kasus, diterima atau tidaknya penghasilan
jasa atas lisensi atau royalti tergantung pada kejadian peristiwa
masa depan. Dalam hal tersebut, pendapatan hanya diakui
jika terdapat besar kemungkinan bahwa penghasilan jasa atau
royalti akan diterima, biasanya ketika peristiwa telah terjadi.
softskill
Jumat, 06 Mei 2011
Kamis, 05 Mei 2011
KONFERGENSI PSAK KEDALAM IFRS
PERKEMBANGAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN INDONESIA MENUJU INTERNATIONAL FINANCIAL REPORTING STANDARDS
Rindu Rika Gamayuni
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 14 No.2, Juli 2009
ABSTRAK
Standar akuntansi keuangan di Indonesia perlu mengadopsi IFRS untuk pelaporan keuangan Indonesia agar dapat diterima perusahaan-perusahaan di seluruh dunia dan Indonesia mampu memasuki persaingan global untuk menarik investor internasional. Saat ini, adopsi oleh Indonesia psak adalah dalam bentuk harmonisasi, yang berarti persetujuan parsial. Namun, Indonesia berencana untuk sepenuhnya mengadopsi IFRS pada tahun 2012. Sebuah adopsi adalah wajib bagi perusahaan yang terdaftar dan multinasional. Keputusan apakah Indonesia akan sepenuhnya mengadopsi IFRS atau diadopsi sebagian untuk tujuan harmonisasi harus dipertimbangkan hati-hati. Penuh adopsi IFRS akan meningkatkan keandalan dan komparabilitas pelaporan keuangan internasional.
Namun, sistem pajak dapat bertentangan Indonesia dan situasi ekonomi dan politik lainnya. Jika Indonesia adalah untuk sepenuhnya mengadopsi IFRS pada tahun 2012, tantangan yang dihadapi oleh masyarakat akademis pertama dan bisnis. Kurikulum, kurikulum dan sastra harus disesuaikan untuk beradaptasi dengan perubahan. Ini membutuhkan waktu dan usaha karena banyak aspek terkait dengan perubahan. Penyesuaian juga harus dilakukan oleh perusahaan atau organisasi, terutama mereka dengan interaksi dan transaksi. Adopsi penuh juga berarti perubahan prinsip akuntansi ini telah diterapkan standar akuntansi di seluruh dunia. Hal ini tidak dapat dicapai dalam waktu singkat karena alasan standar akuntansi (1) beberapa erat terkait dengan sistem perpajakan. Penerapan IFRS internasional dapat mengubah sistem pajak di setiap negara untuk sepenuhnya mengadopsi IFRS. (2) standar akuntansi ini adalah kebijakan akuntansi untuk memenuhi kebutuhan nasional dan kebijakan ekonomi yang berbeda di setiap negara. Ini bisa menjadi tantangan utama dalam mengadopsi penuh IFRS.
Latar Belakang
Setiap negara memiliki standar akuntansi keuangan sendiri yang menjadi pedoman karena merupakan konsensus, yang mengatur tentang pencatatan tentang sumebr-sumber ekonomi, kewajiban, modal, hasil, biaya dan perubahannya dalam bentuk laporan keuangan.
Standar akuntansi ini merupakan masalah penting dalam profesi dan semua pemakai laporan yang memiliki kepentingan terhadapnya. Oleh karena itu mekanisme penyusunan standar akuntansi harus diatur sedemikian rupa sehingga dapat memberikan kepuasan kepada semua pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan. Namun yang perlu diingat bahwa standar akuntansi ini akan terus-menerus berubah dan berkembang sesuai perkembangannya dan tuntunan masyarakat. Kenyataan yang ada bahwa standar akuntansi disetiap negara dalam perkembangannya fleksibel terhadap standar akuntansi keuangan dunia karena berbagai pertimbangan penting. Hal ini tidak mungkin dihindari karena hubungan ekonomi internasional yang telah berkembang pesat, mau tidak mau setiap negara khususnya Indonesia melakukan adopsi atau yang lebih dikenal dengan konvergensi standar akuntansi keuangannya dengan standar keuangan internasional (IFRS).
Analisis:
IFRS (Internasional Financial Accounting Standard) adalah suatu upaya untuk memperkuat arsitektur keungan global dan mencari solusi jangka panjang terhadap kurangnya transparansi informasi keuangan. Tujuan IFRS adalah memastikan bahwa laporan keungan interim perusahaan untuk periode-periode yang dimaksukan dalam laporan keuangan tahunan, mengandung informasi berkualitas tinggi yang: (1). Menghasilkan transparansi bagi para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang periode yang disajikan., (2). menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS., (3). dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para pengguna. Indonesia perlu mengadopsi standar akuntansi internasional untuk memudahkan perusahaan asing yang akan menjual saham di negara ini atau sebaliknya.
Proses mengadopsi standar internasional itu tidak bisa gampang karena memerlukan pemahaman dan biaya mahal. Proses pengadopsian sudah dilakukan oleh negara Indonesia namun belum semuanya dilaksanakan/diadopsi (full Adoption) Adopsi standar akuntansi internasional tersebut terutama untuk perusahaan publik. Ada beberapa pilihan untuk melakukan adopsi, menggunakan IAS apa adanya, atau harmonisasi. Harmonisasi adalah, kita yang menentukan mana saja yang harus diadopsi, sesuai dengan kebutuhan.
Adapun kerugian yang akan dialami oleh negara Indonesia jika tidak melakukan pengadopsian standar-standar akuntansi yang menjadi standar bagi perusahaan dunia, karena hal ini sudah masuk dalam ranah pasar modal. Bagi perusahaan asing listed di bursa kita akan kesulitan untuk menyesuaikan dengan standar yg berlaku di negara kita, maupun perusahaan Indonesia yang listing di bursa efek di negara lain. Perusahaan asing yang ingin listing di BEI akan kesulitan untuk menerjemahkan laporan keuangannya dulu sesuai standart nasional kita, sedangkan perusahaan Indonesia yang akan listing di Negara lain, juga cukup kesulitan untuk menerjemahkan atau membandingkan laporan keuangan sesuai standart di negara tersebut. Hal ini jelas akan menghambat perekonomian dunia, dan aliran modal akan berkurang dan tidak mengglobal.
Menurut Nobes dan Parker (2002), rintangan yang paling fundamental dalam proses harmonisasi adalah:
(1) perbedaan praktek akuntansi yang berlaku saat ini pada berbagai negara,
(2) kurangnya atau lemahnya tenaga profesional atau lembaga profesional di bidang akuntansi pada beberapa negara,
(3) perbedaan sistem politik dan ekonomi pada tiap-tiap negara.
Menurut Lecturer Ph. Diaconu Paul (2002), hambatan dalam menuju harmonisasi adalah:
(1) Nasionalisme tiap-tiap negara,
(2) Perbedaan sistem pemerintahan pada tiap-tiap negara,
(3) Perbedaan kepentingan antara perusahaan multinasional dengan perusahaan nasional yang sangat mempengaruhi proses harmonisasi antar negara,
(4) Tingginya biaya untuk merubah prinsip akuntansi.
Kesimpulan:
Sebagai sebuah negara berkembang yang tidak bisa terlepas dari pengaruh global, dituntut oleh kepentingan sendiri untuk terus merevisi maupun mengadopsi standar internasional sehingga menggairahkan investor asing yang memiliki keinginan untuk beinvestasi di pasar modal kita. Mereka tidak harus dihadapkan pada masalah penyesuaian standar yang berlaku di Indonesia. Begitu pun perusahaan Indonesia yang ingin berspekulasi di dunia pasar modal internasional tidak harus dihadapkan pada persoalan yang sama. Namun proses adopsi (Full Adoption) tetap harus mengakomodasi kepentingan sendiri tanpa harus menghilangkannya.
sehingga pembenahan pada sektor yang diperlukan akan membuat IFRS lebih mudah untuk dijalankan.
Sumber :
Jurnal Ilmiah Berkala Enam Bulanan ISSN 1410 – 1831
”JURNAL AKUNTANSI DAN KEUANGAN”
The Journal of Accounting and Finance - Volume 14 Nomor 2, Juli 2009
Rindu Rika Gamayuni
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 14 No.2, Juli 2009
ABSTRAK
Standar akuntansi keuangan di Indonesia perlu mengadopsi IFRS untuk pelaporan keuangan Indonesia agar dapat diterima perusahaan-perusahaan di seluruh dunia dan Indonesia mampu memasuki persaingan global untuk menarik investor internasional. Saat ini, adopsi oleh Indonesia psak adalah dalam bentuk harmonisasi, yang berarti persetujuan parsial. Namun, Indonesia berencana untuk sepenuhnya mengadopsi IFRS pada tahun 2012. Sebuah adopsi adalah wajib bagi perusahaan yang terdaftar dan multinasional. Keputusan apakah Indonesia akan sepenuhnya mengadopsi IFRS atau diadopsi sebagian untuk tujuan harmonisasi harus dipertimbangkan hati-hati. Penuh adopsi IFRS akan meningkatkan keandalan dan komparabilitas pelaporan keuangan internasional.
Namun, sistem pajak dapat bertentangan Indonesia dan situasi ekonomi dan politik lainnya. Jika Indonesia adalah untuk sepenuhnya mengadopsi IFRS pada tahun 2012, tantangan yang dihadapi oleh masyarakat akademis pertama dan bisnis. Kurikulum, kurikulum dan sastra harus disesuaikan untuk beradaptasi dengan perubahan. Ini membutuhkan waktu dan usaha karena banyak aspek terkait dengan perubahan. Penyesuaian juga harus dilakukan oleh perusahaan atau organisasi, terutama mereka dengan interaksi dan transaksi. Adopsi penuh juga berarti perubahan prinsip akuntansi ini telah diterapkan standar akuntansi di seluruh dunia. Hal ini tidak dapat dicapai dalam waktu singkat karena alasan standar akuntansi (1) beberapa erat terkait dengan sistem perpajakan. Penerapan IFRS internasional dapat mengubah sistem pajak di setiap negara untuk sepenuhnya mengadopsi IFRS. (2) standar akuntansi ini adalah kebijakan akuntansi untuk memenuhi kebutuhan nasional dan kebijakan ekonomi yang berbeda di setiap negara. Ini bisa menjadi tantangan utama dalam mengadopsi penuh IFRS.
Latar Belakang
Setiap negara memiliki standar akuntansi keuangan sendiri yang menjadi pedoman karena merupakan konsensus, yang mengatur tentang pencatatan tentang sumebr-sumber ekonomi, kewajiban, modal, hasil, biaya dan perubahannya dalam bentuk laporan keuangan.
Standar akuntansi ini merupakan masalah penting dalam profesi dan semua pemakai laporan yang memiliki kepentingan terhadapnya. Oleh karena itu mekanisme penyusunan standar akuntansi harus diatur sedemikian rupa sehingga dapat memberikan kepuasan kepada semua pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan. Namun yang perlu diingat bahwa standar akuntansi ini akan terus-menerus berubah dan berkembang sesuai perkembangannya dan tuntunan masyarakat. Kenyataan yang ada bahwa standar akuntansi disetiap negara dalam perkembangannya fleksibel terhadap standar akuntansi keuangan dunia karena berbagai pertimbangan penting. Hal ini tidak mungkin dihindari karena hubungan ekonomi internasional yang telah berkembang pesat, mau tidak mau setiap negara khususnya Indonesia melakukan adopsi atau yang lebih dikenal dengan konvergensi standar akuntansi keuangannya dengan standar keuangan internasional (IFRS).
Analisis:
IFRS (Internasional Financial Accounting Standard) adalah suatu upaya untuk memperkuat arsitektur keungan global dan mencari solusi jangka panjang terhadap kurangnya transparansi informasi keuangan. Tujuan IFRS adalah memastikan bahwa laporan keungan interim perusahaan untuk periode-periode yang dimaksukan dalam laporan keuangan tahunan, mengandung informasi berkualitas tinggi yang: (1). Menghasilkan transparansi bagi para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang periode yang disajikan., (2). menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS., (3). dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para pengguna. Indonesia perlu mengadopsi standar akuntansi internasional untuk memudahkan perusahaan asing yang akan menjual saham di negara ini atau sebaliknya.
Proses mengadopsi standar internasional itu tidak bisa gampang karena memerlukan pemahaman dan biaya mahal. Proses pengadopsian sudah dilakukan oleh negara Indonesia namun belum semuanya dilaksanakan/diadopsi (full Adoption) Adopsi standar akuntansi internasional tersebut terutama untuk perusahaan publik. Ada beberapa pilihan untuk melakukan adopsi, menggunakan IAS apa adanya, atau harmonisasi. Harmonisasi adalah, kita yang menentukan mana saja yang harus diadopsi, sesuai dengan kebutuhan.
Adapun kerugian yang akan dialami oleh negara Indonesia jika tidak melakukan pengadopsian standar-standar akuntansi yang menjadi standar bagi perusahaan dunia, karena hal ini sudah masuk dalam ranah pasar modal. Bagi perusahaan asing listed di bursa kita akan kesulitan untuk menyesuaikan dengan standar yg berlaku di negara kita, maupun perusahaan Indonesia yang listing di bursa efek di negara lain. Perusahaan asing yang ingin listing di BEI akan kesulitan untuk menerjemahkan laporan keuangannya dulu sesuai standart nasional kita, sedangkan perusahaan Indonesia yang akan listing di Negara lain, juga cukup kesulitan untuk menerjemahkan atau membandingkan laporan keuangan sesuai standart di negara tersebut. Hal ini jelas akan menghambat perekonomian dunia, dan aliran modal akan berkurang dan tidak mengglobal.
Menurut Nobes dan Parker (2002), rintangan yang paling fundamental dalam proses harmonisasi adalah:
(1) perbedaan praktek akuntansi yang berlaku saat ini pada berbagai negara,
(2) kurangnya atau lemahnya tenaga profesional atau lembaga profesional di bidang akuntansi pada beberapa negara,
(3) perbedaan sistem politik dan ekonomi pada tiap-tiap negara.
Menurut Lecturer Ph. Diaconu Paul (2002), hambatan dalam menuju harmonisasi adalah:
(1) Nasionalisme tiap-tiap negara,
(2) Perbedaan sistem pemerintahan pada tiap-tiap negara,
(3) Perbedaan kepentingan antara perusahaan multinasional dengan perusahaan nasional yang sangat mempengaruhi proses harmonisasi antar negara,
(4) Tingginya biaya untuk merubah prinsip akuntansi.
Kesimpulan:
Sebagai sebuah negara berkembang yang tidak bisa terlepas dari pengaruh global, dituntut oleh kepentingan sendiri untuk terus merevisi maupun mengadopsi standar internasional sehingga menggairahkan investor asing yang memiliki keinginan untuk beinvestasi di pasar modal kita. Mereka tidak harus dihadapkan pada masalah penyesuaian standar yang berlaku di Indonesia. Begitu pun perusahaan Indonesia yang ingin berspekulasi di dunia pasar modal internasional tidak harus dihadapkan pada persoalan yang sama. Namun proses adopsi (Full Adoption) tetap harus mengakomodasi kepentingan sendiri tanpa harus menghilangkannya.
sehingga pembenahan pada sektor yang diperlukan akan membuat IFRS lebih mudah untuk dijalankan.
Sumber :
Jurnal Ilmiah Berkala Enam Bulanan ISSN 1410 – 1831
”JURNAL AKUNTANSI DAN KEUANGAN”
The Journal of Accounting and Finance - Volume 14 Nomor 2, Juli 2009
Selasa, 04 Januari 2011
etika profesi akuntansi
Pengertian Etika:
Fungsi Etika:
Profesi akuntan publik menghasilkan berbagai jasa bagi masyarakat, yaitu jasa assurance, jasa atestasi, dan jasa nonassurance. Jasa assurance adalah jasa profesional independen yang meningkatkan mutu informasi bagi pengambil keputusan. Jasa atestasi terdiri dari audit, pemeriksaan (examination), review, dan prosedur yang disepakati (agreed upon procedure). Jasa atestasi adalah suatu pernyataan pendapat, pertimbangan orang yang independen dan kompeten tentang apakah asersi suatu entitas sesuai dalam semua hal yang material, dengan kriteria yang telah ditetapkan. Jasa nonassurance adalah jasa yang dihasilkan oleh akuntan publik yang di dalamnya ia tidak memberikan suatu pendapat, keyakinan negatif, ringkasan temuan, atau bentuk lain keyakinan
Laporan audit merupakan alat yang digunakan oleh auditor untuk mengkomunikasikan hasil auditnya kepada masyarakat. Oleh karena itu, makna setiap kalimat yang tercantum dalam laporan audit baku dapat digunakan untuk mengenal secara umum profesi akuntan publik
Kepatuhan terhadap Kode Etik, seperti juga dengan semua standar dalam masyarakat terbuka, tergantung terutama sekali pada pemahaman dan tindakan sukarela anggota. Di samping itu, kepatuhan anggota juga ditentukan oleh adanya pemaksaan oleh sesama anggota dan oleh opini publik, dan pada akhirnya oleh adanya mekanisme pemrosesan pelanggaran Kode Etik oleh organisasi, apabila diperlukan, terhadap anggota yang tidak menaatinya
prinsip etika Profesi akuntansi :
- Menurut Kamus Besar Bhs. Indonesia (1995)Etika adalah Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat
- Etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan buruk tentang hak dan kewajiban moral
Fungsi Etika:
- sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan berbagai moralitas yang membingungkan
- etika ingin menampilkan keterampilan intelektual yang berargumen rasional dan kritis
- etika dibutuhkan dalam pengambilan sikap wajar dalam suasana pluralisme
- etika umum yang berisi prinsip dan moral dasar
- etika khusus/ terapan yang bersifat khusus
- sikap terhadap sesama
- etika keluarga
- etika profesi
- etika politik
- etika lingkungan hidup
Profesi akuntan publik menghasilkan berbagai jasa bagi masyarakat, yaitu jasa assurance, jasa atestasi, dan jasa nonassurance. Jasa assurance adalah jasa profesional independen yang meningkatkan mutu informasi bagi pengambil keputusan. Jasa atestasi terdiri dari audit, pemeriksaan (examination), review, dan prosedur yang disepakati (agreed upon procedure). Jasa atestasi adalah suatu pernyataan pendapat, pertimbangan orang yang independen dan kompeten tentang apakah asersi suatu entitas sesuai dalam semua hal yang material, dengan kriteria yang telah ditetapkan. Jasa nonassurance adalah jasa yang dihasilkan oleh akuntan publik yang di dalamnya ia tidak memberikan suatu pendapat, keyakinan negatif, ringkasan temuan, atau bentuk lain keyakinan
Laporan audit merupakan alat yang digunakan oleh auditor untuk mengkomunikasikan hasil auditnya kepada masyarakat. Oleh karena itu, makna setiap kalimat yang tercantum dalam laporan audit baku dapat digunakan untuk mengenal secara umum profesi akuntan publik
Kepatuhan terhadap Kode Etik, seperti juga dengan semua standar dalam masyarakat terbuka, tergantung terutama sekali pada pemahaman dan tindakan sukarela anggota. Di samping itu, kepatuhan anggota juga ditentukan oleh adanya pemaksaan oleh sesama anggota dan oleh opini publik, dan pada akhirnya oleh adanya mekanisme pemrosesan pelanggaran Kode Etik oleh organisasi, apabila diperlukan, terhadap anggota yang tidak menaatinya
prinsip etika Profesi akuntansi :
- tanggung jawab profesi
- kepentingan publik
- integritas
- obyektifitas
- kompetensi dan keterhati-hatian profesional
- kerahasiaan
- perilaku profesional
- standar teknis
kecurangan dalam audit
TANGGUNG JAWAB AKUNTAN PUBLIK DALAM PENCEGAHAN & PENDETEKSIAN KECURANGAN PELAPORAN KEUANGAN
(Artikel ini telah dimuat di Majalah AKUNTAN INDONESIA, Edisi No.6/Tahun II/Maret 2008, pada Rubrik “OPINI”, Hlm.36-40, ISSN : 1978-7537)
Kecurangan pelaporan keuangan (fraudulent financial reporting) dapat didefinisikan suatu perilaku yang disengaja, baik dengan tindakan atau penghapusan, yang menghasilkan laporan keuangan yang menyesatkan (bias). Fraudulent financial reporting merupakan problem yang dapat terjadi di perusahaan mana saja dan kapan saja. Fraudulent financial reporting yang terjadi pada suatu perusahaan memerlukan perhatian khusus dari akuntan publik (auditor independen).
Pengertian Fraudulent financial reporting menurut Arens (2005 : 310) adalah sebagai berikut :
Fraudulent financial reporting is an intentional misstatement or omission of amounts or disclosure with the intent to deceive users. Most cases of fraudulent financial reporting involve the intentional misstatement of amounts not disclosures. For example, worldcom is reported to have capitalized as fixed asset, billions dollars that should have been expensed. Omission of amounts are less common, but a company can overstate income by omittingaccount payable and other liabilities.Although less frequent, several notable cases of fraudulent financial reporting involved adequate disclosure. For example, a central issue in the enron case was whether the company had adequately disclosed obligations to affiliates known as specialm purpose entities.
B. Penyebab Fraudulent Financial Reporting
Menurut Ferdian & Na’im (2006), kecurangan dalam laporan keuangan dapat menyangkut tindakan yang disajikan berikut ini :
1. Manipulasi, pemalsuan, atau perubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukungnya yang menjadi sumber data bagi penyajian laporan keuangan.
2. Representasi yang dalam atau penghilangan dari laporan keuangan, peristiwa, transaksi, atau informasi signifikan.
3. Salah penerapan secara senngaja prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian atau pengungkapan.
Fraudulent financial reporting juga dapat disebabkan adanya kolusi antara manajemen perusahaan dengan akuntan publik. Salah satu upaya untuk mencegah timbulnya kolusi tersebut, yaitu perlunya perputaran (rotasi) akuntan publik dalam melakukan general audit suatu perusahaan.
Carcello (2004) dalam artikelnya yang berjudul ” Audit firm tenure and fraudulent financial reporting ”, menyatakan :
The Sarbanes-Oxley Act (U.S. House of Representatives 2002) required the U.S. Comptroller General to study the potential effects of requiring mandatory audit firm rotation. The U.S. General Accounting Office (GAO) concludes in its recently released study of mandatory audit firm rotation that “mandatory audit firm rotation may not be the most efficient way to strengthen auditor independence” (GAO 2003, Highlights). However, the GAO also suggests that mandatory audit firm rotation could be necessary if the Sarbanes-Oxley Act’s requirements do not lead to improved audit quality (GAO 2003, 5).
Berdasarkan hasil penelitian COSO (1999) yang berjudul “Fraudulent Financial Reporting : 1987 – 1997, An Analysis of U.S. Public Company”, atas perusahaan yang listing di Securities Exchange Commission (SEC) selama periode Januari 1987 s.d. Desember 1997 ( 11 tahun) dapat disimpulkan bahwa teridentifikasi sejumlah 300 perusahaan yang terdapat fraudulent financial reporting. Hasil analisa perusahaan yang terkategori fraudulent financial reporting memiliki karakteristik yaitu mengalami permasalahan bidang keuangan (experiencing financial distress), lax oversight dan terdapat fraud dengan jumah uang yang besar (Ongoing, large-dollar frauds). Beberapa perusahaan yang termasuk kasus / skandal Fraudulent Financial Reporting antara lain Enron, Tyco, Adelphia dan WorldCom.
C. Tanggung Jawab Akuntan Publik (Auditor Independen)
1. Statement Auditing Standards
Beberapa Statements on Auditing Standards (SAS) yang dikeluarkan oleh Auditing Standards Board (ASB) di Amerika Serikat yang cukup penting adalah :
a. SAS No. 53 tentang “The Auditor’s Responsibility to Detect and Report Errors and Irregularities,” yaitu mengatur tanggung jawab auditor untuk mendeteksi dan melaporkan adanya kesalahan (error) dan ketidakberesan (irregularities).
b. SAS No. 55 tentang “Consideration of Internal Control in a Financial Statement Audit,” yang merubah tanggung jawab auditor mengenai internal control. Statement yang baru ini meminta agar auditor untuk merancang pemahaman tentang pengendalian intern yang memadai (internal control sufficient) dalam merencanakan audit. SAS No. 55 kemudian diperbaharui dengan diterbitkan SAS No. 78 pada tahun 1997, dengan mencantumkan definisi ulang pengendalian intern (redefined internal control) dengan memasukkan dua komponen yaitu lingkungan pengendalian (control environment) dan penilaian risiko (risk assessment) yang merupakan usulan dari the Treadway Commission.
c. SAS No. 61 mengatur tentang komunikasi antara auditor dengan komite audit perusahaan (Communication with Audit Committees). Auditor harus mengkomunikasikan dengan komite audit atas beberapa temuan audit yang penting, misalnya kebijakan akuntansi (accounting policy) perusahaan yang signifikan, judgments, estimasi akuntansi (accounting estimates), dan ketidaksepakatan manajemen dengan auditor.
d. SAS No. 82 “Consideration of Fraud in a Financial Statement Audit” dikeluarkan ASB pada Februari 1997. SAS no. 82 menyatakan bahwa auditor harus bertanggung jawab untuk mendeteksi dan melaporkan adanya kecurangan (fraud) yang terjadi dalam laporan keuangan yang disusun oleh manajemen. Selaij itu, SAS no. 82 juga menyatakan bahwa setiap melakukan audit auditor harus menilai risiko (assessment of risk) kemungkinan terdapat salah saji material (material misstatement) pada laporan keuangan yang disebabkan oleh fraud.
e. SAS No. 99 “Consideration of Fraud in a Financial Statement Audit” merupakan revisi dari SAS No. 82 dan mulai diberlakukan efektif untuk audit laporan keuangan setelah tanggal 15 Desember 2002, penerapan lebih awal sangat dianjurkan. Auditor bertanggungjawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit guna mendapatkan keyakinan memadai (reasonable assurance) bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan (error) maupun kecurangan (fraud).
Pengaruh SAS No. 99 terhadap tanggung jawab auditor antara lain :
Ø Tidak ada perubahan atas tanggung jawab auditor untuk mendeteksi fraud atas audit laporan keuangan.
Ø Tidak ada perubahan atas kewajiban auditor untuk mengkomunikasikan temuan atas fraud.
Ø Terdapat perubahan penting terhadap prosedur audit (audit procedure) serta dokumentasi yang harus dilakukan oleh auditor atas audit laporan keuangan.
Dua tipe salah saji (misstatements) yang relevan dengan tanggung jawab auditor, yaitu salah saji yang diakibatkan oleh fraudulent financial reporting dan salah saji yang diakibatkan oleh penyalahgunaan asset (misappropriation of assets).SAS No. 99 juga menegaskan agar auditor independen memiliki integritas (integrity) serta menggunakan kemahiran professional (professional skepticism) melalui penilaian secara kritis (critical assessment) terhadap bukti audit (audit evidence) yang dikumpulkan.
f. SAS No. 110 “Fraud & Error” dinyatakan bahwa auditor harus dapat mendeteksi terhadap kesalahan material (material mistatement) dalam laporan keuangan yang ditimbulkan oleh kecurangan atau kesalahan (fraud or error). SAS 110 , paragraf 14 & 18 berbunyi sbb. :
“Auditors plan, perform and evaluate their audit work in order to have a reasonable expectation of detecting material misstatements in the financial statements arising from error or fraud. However, an audit cannot be expected to detect all errors or instances of fraudulent or dishonest conduct. The likelihood of detecting errors is higher than that of detecting fraud, since fraud is usually accompanied by acts specifically designed to conceal its existence…”
2. Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP)
Profesi akuntan publik (auditor independen) memiliki tangggung jawab yang sangat besar dalam mengemban kepercayaan yang diberikan kepadanya oleh masyarakat (publik). Terdapat 3 (tiga) tanggung jawab akuntan publik dalam melaksanakan pekerjaannya yaitu :
- Tanggung jawab moral (moral responsibility).
1). Memberi informasi secara lengkap dan jujur mengenai perusahaan yang diaudit kepada pihak yng berwenang atas informasi tersebut, walaupun tidak ada sanksi terhadap tindakannya.
2). Mengambil keputusan yang bijaksana dan obyektif (objective) dengan kemahiran profesional (due professional care).
- Tanggung jawab profesional (professional responsibility).
- Tanggung jawab hukum (legal responsibility).
D. Pencegahan & Pendeteksian Fraud
Fraudulent financial reporting di suatu perusahaan merupakan hal yang akan berpengaruh besar terhadap semua pihak yang mendasarkan keputusannya atas informasi dalam laporan keuangan (financial statement) tersebut. Oleh karena itu akuntan publik harus bisa menccegah dan mendeteksi lebih dini agar tidak terjadi fraud. Untuk mengetahui adanya fraud, biasanya ditunjukkan oleh timbulnya gejala-gejala (symptoms) berupa red flag (fraud indicators), misalnya perilaku tidak etis manajemen. Red flag ini biasanya selalu muncul di setiap kasus kecurangan (fraud) yang terjadi.
Hasil penelitian Wilopo (2006) membuktikan serta mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa perilaku tidak etis manajemen dan kecenderungan kecurangan akuntansi dapat diturunkan dengan meningkatkan kefektifan pengendalian internal, ketaatan aturan akuntansi, moralitas manajemen, serta menghilangkan asimetri informasi. Hasil penelitian Wilopo tersebut juga menunjukkan bahwa dalam upaya menghilangkan perilaku tidak etis manajemen dan kecenderungan kecurangan akuntansi memerlukan usaha yang menyeluruh, tidak secara partial. Menurut Wilopo, upaya menghilangkan perilaku tidak etis manajemen dan kecenderungan kecurangan akuntansi, antara lain :
Ø Mengefektifkan pengendalian internal, termasuk penegakan hukum.
Ø Perbaikan sistem pengawasan dan pengendalian.
Ø Pelaksanaan good governance.
Ø Memperbaiki moral dari pengelola perusahaan, yang diwujudkan dengan mengembangkan sikap komitmen terhadap perusahaan, negara dan masyarakat.
The National Commission On Fraudulent Financial Reporting (The Treadway Commission) merekomendasikan 4 (empat) tindakan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya fraudulent financial reporting, yaitu :
1. Membentuk lingkungan organisasi yang memberikan kontribusi terhadap integritas proses pelaporan keuangan(financial reporting).
2. Mengidentifikasi dan memahami faktor- faktor yang mengarah ke fraudulent financial reporting.
3. Menilai resiko fraudulent financial reporting di dalam perusahaan.
4. Mendisain dan mengimplementasikan internal control yang memadai untuk financial reporting.
Mulfrod & Comiskey (2002) menulis buku terkait dengan creative accounting yang berjudul “The Financial Numbers Game : Detecting Creative Accounting Practices”. Buku tersebut meskipun lebih difokuskan bagi para investor sebagai pembelajaran untuk mengetahui secara cepat adanya kecurangan akuntansi (fraudulent accounting), namun perlu diketahui juga oleh auditor.
Beberapa atribut yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya risiko terdapat fraudulent financial reporting di perusahaan, antara lain :
Ø Terdapat kelemahan dalam pengendalian intern (internal control).
Ø Perusahaan tidak memiliki komite audit.
Ø Terdapat hubungan kekeluargaan (family relationship) antara manajemen (Director) dengan karyawan perusahaan.
Klasifikasi dari Creative Accounting Practices menurut Mulfrod & Comiskey, terdiri dari :
Ø Pengakuan pendapatan fiktif (recognizing Premature or Ficticious Revenue).
Ø Kapitalisasi yang agresif dan Kebijakan amortisasi yang terlalu lebar (Aggressive Capitalization & Extended Amortization Policies).
Ø Pelaporan keliru atas Aktiva & Utang (Misreported Assets and Liabilities).
Ø Perekayasaan Laporan Laba Rugi (Creative with the Income Statement).
Ø Timbul masalah atas pelaporan Arus Kas (Problems with Cash-flow Reporting).
Menurut laporan dari The National Commission on Fraudulent Financial Reporting, pencegahan (prevention) dan pendeteksian (detection) awal atas fraudulent financial reporting harus dimulai saat penyiapan laporan keuangan.
Rezaee (2002), dalam bukunya yang berjudul “Financial Statement Fraud: Prevention and Detection”, membahas cukup mendalam tentang teknik untuk mencegah dan mendeteksi adanya fraud dalam laporan keuangan. Dalam buku tersebut dijelaskan kasus kolapsnya enron di Amerika Serikat, yang menghebohkan kalangan dunia usaha secara jelas dan lengkap, termasuk adanya praktek kolusi.
Salah satu cara untuk mencegah timbulnya fraud yang diakibatkan kolusi antara manajemen perusahaan dengan akuntan publik adalah pengaturan rotasi auditor (akuntan publik). Sesuai Keputusan Menkeu (KMK) No. 359/KMK. 06/2003 tentang perubahan KMK No. 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik tertanggal 21 Agustus 2003, telah diatur tentang pembatasan dan rotasi terhadap akuntan publik. Pasal 6 ayat 4 Kepmenkeu tersebut dinyatakan bahwa pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas dapat dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) paling lama untuk lima tahun buku berturut-turut dan oleh seorang akuntan publik paling lama tiga tahun berturut-turut.
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai organisasi profesi perlu menyelenggarakan suatu lokakarya (workshop) tentang fraudulent financial reporting atau fraud in financial statement untuk para akuntan publik agar terdapat pemahaman yang sama, sehingga dapat dilakukan pencegahan serta pendeteksian secara dini kemungkinan terjadinya fraud di perusahaan. Hal ini dimaksudkan agar akuntan publik dapat berhasil mendeteksi adanya fraud, sehingga dapat dihindarkan akuntan publik gagal mendeteksi terjadinya fraud yang sangat merugikan berbagai pihak.
E. Simpulan
1. Fraudulent financial reporting dapat terjadi kapan saja dan di perusahaan mana saja. Menurut SAS No. 99 dan SPAP, akuntan publik (auditor independen) bertanggung jawab untuk mendeteksi adanya kecurangan (fraud) dalam general audit atas laporan keuangan perusahaan.
2. Fraud merupakan problem yang serius, maka auditor harus mengambil langkah-langkah komprehensif dalam pencegahan dan pendeteksian fraudulent financial reporting. Pemahaman atas fraudulent financial reporting di kalangan akuntan publik sangat penting, agar lebih dini bisa dilakukan pencegahan dan pendeteksian terhadap fraud. Oleh karena itu, IAI perlu menyelenggarakan suatu lokakarya (workshop) tentang fraudulent financial reporting.
3. Fraud juga dapat terjadi adanya kolusi antara akuntan publik dengan manajemen suatu perusahaan. Oleh karena itu perlu dilakukan rotasi akuntan publik dalam melakukan audit di perusahaan serta pengawasan yang ketat dari pihak yang berwenang (regulator)
di kutip dari : http://muhariefeffendi.wordpress.com
Langganan:
Postingan (Atom)